Sunday, April 27, 2014

Dimensi Paralel

Karya: Zhafran Hafizhki

            Bagas masih memandang keluar jendela, rintikan hujan turun perlahan menyentuh bumi mengeluarkan bunyi berirama. Bagas tersenyum melihat kotak kecil di atas meja kerjanya yang sudah beberapa hari ini tak pernah ia sentuh, pandangannya beralih menatap kotak kecil itu. Bagas berjalan menuju kotak itu, kembali duduk diatas kasur kesayangannya, membuka kotak itu perlahan, ada banyak memori kenangan didalamnya tentang Bagas dan gadis itu, tentang cinta yang tak pernah diketahui, dan tentang hati yang tak pernah bisa untuk dibohongi.
Bagas mengambil foto foto yang ada didalamnya, berusaha kembali mengingat masa masa indah itu, Bagas melihat ke belakang, seseorang yang sekarang mendampinginya untuk hidup selamanya, menyayanginya, dan memberikan semua cinta yang gadis itu miliki untuknya seorang. Istrinya masih tertidur lelap, Bagas tersenyum
“Maafkan aku yang tidur sedikit larut malam ini, untuk mengingat kenangan itu, tenang saja rasaku padamu tak akan pernah berubah, izinkan aku untuk mengingat semua itu sekarang, hanya malam ini saja.”
..........
Sabtu, 7 July 2007
“ tugasnya sudah selesai?” tanya gadis itu kepada Bagas yang sedang duduk manis diatas mejanya masih menyalin catatan di papan tulis putih saat pelajaran tadi
“belum nih, masih lumayan banyak” jawab Bagas tak melihat kearah gadis itu sedikitpun
“ kamu sih tidur, sebentar lagi masuk, ga bakal sempet nyalin semuanya, kamu bawa aja catatanku, salinnya dirumah” Bagas berhenti menulis, menatap gadis itu, lalu tersenyum
“Thanks Nat” Dan gadis itu membalas senyumnya
Nattasha Angelica, seorang gadis sederhana dengan kepintaran yang belum bisa ditandingi siapapun disekolah ini, tak heran jika banyak yang ingin bersamanya, ditambah lagi wajahnya yang sedikit mempunyai wajah keturunan Australia dari ibunya. Nattasha punya berbagai hal, jika ia menginginkan itu, wajar saja karna sang ayah seorang direktur di sebuah perusahaan besar di ibu kota, dan sang ibu adalah seorang desainer yang sudah punya nama di negara Indonesia ini.
Bagas menyukai gadis itu sejak lama, tuhan punya rencana terbaik untuk mempertemukan semua insan di muka bumi, dan Bagas meyakini akan pertemuannya dengan Nat bukanlah sebuah kebetulan, melainkan itu adalah rencana tuhan untuknya.
Bagas sempat ingin mengungkapkan perasaannya untuk gadis yang ia kagumi sejak dulu, tetapi belum waktunya, karna tuhan belum mengizinkan hal itu terjadi.
Nat duduk dibangkunya, tepat dibelakang bangku Bagas, mengambil pulpen dan mulai memeriksa apa yang dikerjakan Bagas. Itulah rutinitas sehari hari yang mereka lakukan, menghabiskan waktu istirahat didalam kelas berdua. Ya, hanya mereka berdua.
“Nat” Bagas memanggil gadis itu lalu menghadap kearahnya
“hmmm” jawab Nat dan masih menatap lembaran jawaban itu
“ kenapa kamu rajin sekali belajar?”
“karna aku ingin menjadi apa yang aku mau”
“emang kamu mau jadi apa?” tanya Bagas lagi
“Mau jadi dokter” jawab gadis itu mantap
“ aku berani bertaruh, nanti jika kamu benar benar menjadi seorang dokter, kamu tidak akan membutuhkan Cos, Sin, Tan, Dan rumus rumus Integral yang bikin mumet itu” gadis itu selesai memeriksa jawaban Bagas, Lumayan bagus.
Nat hanya mengangguk dengan apa yang dikatakan Bagas, memang ada benarnya apa yang dikatakannya.
“apa kau tidak percaya?” tanya bagas
“aku percaya”
“kalo begitu kenapa masih saja belajar?”
“Gini ya gas, ada hal yang bisa dan tidak perlu untuk dikatakan”
“mau bertanding?” Tantang gadis itu
“ baik, apa hukumannya?” tanya bagas tertantang
“ terserah apa yang kamu mau lakukan dengan rambutmu” jawab Nat mantap
“kalo aku yang menang kau harus mengikat rambutmu selama sebulan” Bagas balik menantang
“deal”  lalu mereka bersalaman
Sejak perjanjian itu, Bagas tak pernah berhenti mengerjakan soal soal yang diberikan gurunya, dan pastinya dengan hasil yang sempurna.
Mereka terkadang belajar bersama bahkan menginap di sekolah untuk belajar bersama, mengerjakan soal soal yang mereka anggap sulit, terkadang mengadakan pertandingan kecil dengan siapa yang mengerjakan soal soal itu dengan cepat dan tepat. Dan mereka bersaing dengan itu. Perubahan yang drastis terlihat dari Bagas, dan pastinya dengan hadirnya Nat
Pengumuman hasil ujian akhir pun tiba, semua murid datang melihat hasil nilai yang mereka dapatkan, Nat berlari menuju pengumuman itu, terkecuali Bagas yang yakin dengan nilainya bisa mengalahkan Nat, dari arah kerumunan itu Nat melompat gembira melihat kearah Bagas dibelakan sana, tersenyum memberi isyarat bahwa cowok itu kalah.
Malam ini mereka masih berada di sekolah, belajar hingga pukul 10 malam nanti. Bagas belum datang malam itu, bukannya tidak hadir tetapi hanya sedikit terlambat, memenuhi janjinya.
Suara gesekan antara sepatu dan lantai berbunyi dari luar kelas beiringan dengan derasnya hujan dimalam itu, Bagas memasuki kelas dengan rambut barunya dan Nat hanya tertawa melihat cowok itu dengan kepala botaknya, tidak terlalu botak, hanya beberapa senti yang menghiasi kepalanya itu, dan malam itu Nat tertawa dengan penampilan baru cowok itu.
“ sudah aku bilang kan kamu yang kalah” dan sifatnya yang percaya diri itulah bisa membuat Bagas terpesona
Keesokan harinya Bagas tidak tahu kenapa gadis itu mengikat rambutnya meskipun dia menang. Tapi sejak saat itu, Bagas menyadari ternyata menjadi giat belajar adalah sesuatu yang menyenangkan.
Singkat cerita, Hari kelulusan tiba, Nat memberikan sedikit kata sambutan mewakili angkatannya, dengan wajah yang sangat cantik dan menawan, gadis itu menyampaikan segala hal yang perlu disampaikan layaknya orang dewasa.
Mereka bertemu satu sama lain, menghiasi pakaian mereka dengan coretas coretan yang memberi kesan perpisahan. Bagas menghampiri gadis itu
“Nat, terima kasih ya untuk semuanya” gadis itu hanya tersenyum, lalu bagas pergi bergabung bersama teman temannya
Nat menatap Dinda sebagai sahabatnya selama ini...
“aku iri kepadamu, 3 tahun SMP, 3 tahun SMA, banyak sekali yang mengejarmu”
“memang banyak yang mengejar sih, tapii..”
“jangan bilang jika banyak yang mengejar itu merepotkan?” potong Dinda, Nat hanya tersenyum
“tapi, aku sudah memutuskan memilih siapa diantara mereka yang mengejarku”
“siapa?” tanya Dinda penasaran, Nat sedikit mendekatkan wajahnya kearah telinga sahabatnya itu lalu berbisik pelan
“Jika Bagas menyatakan perasaannya padaku, aku akan sangat senang”
“cieee, tinggal menunggu waktu kok. Oh ya, selamat yaa atas kelulusannya, sukses terus” dan mereka berpelukan bahagia
Dibalik dua sahabat yang sedang merasakan kebahagiaan, Bagas menatap mereka di sudut lain, lebih tepatnya kearah gadis itu.
“Apakah kau tidak menangkap sinyal itu Nat? Mungkinkah rasa ini seharusnya tidak ada?” batinya berbicara
Liburan pun tiba, mereka ada yang menghabiskan waktu dengan pergi keluar kota ataupun keluar negeri, tak terkecuali Nat dan Bagas mereka juga menghabiskan liburan di luar kota, hanya 5 hari saja, yaa.. hanya mereka berdua.
Mereka menghabiskan liburan dengan berdua, jalan jalan ke alun alun ibu kota, ke tempat hiburan yang megah di kota itu, menonton sebuah pertunjukan di pasar malam. Dan hari ini, mereka menghabiskan malam terakhir itu dengan merayakan tahun yang akan berganti.
Mereka membeli lampion untuk ikut serta dengan pengunjung pantai lainnya, menulis beberapa kalimat disana dengan spidol hitam yang disediakan.
“kamu tulis apa?” tanya gadis itu penasaran
“tulis sendiri sendiri dong, ga boleh mengintip” balas bagas
Mereka membakar kertas dibawah lampion itu, yang akan mereka lepaskan untuk terbang kelangit, Bagas memulainya
“Nat, aku menyukaimu, amat sangat menyukaimu, suatu hari nanti aku akan mendapatkanmu, sepuluh juta persen aku akan mendapatkanmu”
“ apakah kamu ingin tahu jawabannya? Aku bisa memberitahumu sekarang” bagas diam, masih diam mendengar pertanyaan gadis itu
“Tidak, aku tidak bertanya padamu. Jadi, kau tidak boleh menolakku.”
“kamu benar benar tidak ingin tahu?” tanya gadis itu lagi, berharap Bagas menjawab “iya”
“tolong jangan beritahuku sekarang, biarkanlah aku untuk tetap menyukaimu” lalu mereka melepas lampion itu dan terbang kelangit
“aku juga menyukaimu gas” kata gadis itu dalam batin
........
1 tahun berlalu sejak kejadian itu, mereka masih terlihat akrab dengan obrolan obrolan yang tidak pernah habis ceritanya. Setelah kejadian itu Nat sempat berpacaran dengan salah satu teman sekolahnya di SMA. Bagas cemburu waktu itu, dia sempat merasa sangat bodoh ketika tidak ingin tahu jawaban gadis itu, dia berfikir kembali. Biarkanlah jawaban itu tidak dia ucapkan, karna dia tidak ingin sakit hati dengan jawaban gadis itu ketika dia menolaknya.
Hari demi hari terus berlalu, hubungan mereka sedikit renggang. Malam itu Bagas menelpon Nat, mereka berbicara tentang masa depan yang akan mereka raih dan malam itu Bagas menayakannya
            “ Nat, boleh aku bertanya padamu?” tanya bagas ditengah obrolan mereka
“mengapa waktu itu kamu tidak menerima rasa suka ini kepadamu, dan aku tau waktu itu kau pasti menolakku, aku tak ingin sakit ketika mendengar jawaban itu, dan mengapa kau menolakku untuk menjadi pacarmu?” tanya bagas melanjutkan
“ sering mendengar orang berkata, dalam percintaan masa paling romantis adalah masa masa pendekatan, pada saat benar benar sudah jadian, akan banyak perasaan yang akan sirna, jadi lebih baik aku membiarkanmu untuk mengejarku lebih lama lagi. Daripada saat benar benar sudah jadian tidak romantis lagi. Kalo begitu kan aku yang rugi”
“memang licik sekali kamu ya” dan mereka tertawa disana lalu saling memandang bulan ditempat yang berbeda
“hhmmm... Nat, apakah kau percaya dengan dimensi paralel?”
Dimensi paralel adalah dimensi yang dimana diri kita yang lain berada disuatu tempat dan melakukan hal yang berbeda dari yang kita lakukan sekarang
“mungkin di dimensi paralel itu kita sedang bersama” Bagas melanjutkan
“iyaa, aku benar benar iri terhadap mereka” mereka saling tersenyum
“gas.. terima kasih telah menyukaiku” kata gadis itu tulus diseberang sana
“aku juga suka pada diriku yang menyukaimu saat itu”
.......
Semester akhir pun mereka jalani, semua mahasiswa sibuk dengan hal hal yang perlu mereka kerjakan untuk ujian semester ini. Nat lebih dulu lulus dari Bagas, karna Bagas sempat malas dan harus mengulang 1 semester yang tertinggal. Dan bagas masih dengan tugas tugas makalahnya di perpustakaan dengan laptopnya. Dan dia menerima sebuah telepon
“halo teman lama, lagi sibuk ya?” tanya gadis itu diseberang sana
“tentu saja sibuk”
“oke, aku tidak peduli mau sesibuk apapun kamu sekarang, hal ini kamu yang pertama kuberitahu”
“apaan? Kalo ada waktu luang kau memintaku untuk mengejarmu lagi ya?” tanya Bagas dengan sok tau
“kali ini takutnya tidak bisa lagi” jawab gadis itu
“kenapa?”


.............
“oi bagas, cepetan lu pengen tu cewek cuma nunggu kehadiran lu doang?” teriak Dimas dari arah bawah bersama Dinda
“oke, sebentar lagi gue keluar” jawab bagas dari dalam kamar
Mereka tiba disebuah gedung megah, duduk di meja yang berbentuk lingkaran dengan alas berwarna merah. Mereka bertiga menunggu kehadiran wanita itu, wanita yang pernah diidam idamkan Bagas, mungkin sampai saat ini. Mereka bercanda disana, sambil menunggu gadis itu.
“ih kalian, ga pernah bisa mendoakan teman sendiri bahagia” Dinda memukul Dimas lalu Bagas
“bodoh, kalo kamu sangat menyukai seorang wanita, kamu akan tahu. Untuk benar benar mendoakan dia bahagia bersama orang lain adalah satu hal yang mustahil”
Tiba tiba lampu diruangan itu mati, hanya ada lampu sorot yang mengarah kearah pintu tempat gadis itu masuk kedalam ruangan. Gadis itu keluar dari sana, bersama seseorang yang akan hidup selamanya bersama Nat. Akhirnya Bagas berani untuk hadir keacara sakral itu, keacara pernikahan gadis yang ia kagumi sejak lama itu. Nat begitu anggun dengan gaun putihnya, Nat dan laki laki itu bergandengan diiringi dengan tepuk tangan dari peserta undangan yang hadir waktu itu, berjalan diatas karpet merah menuju pelaminan dan mengucapkan kata kata sakral itu.

“aku salah, ternyata ketika kamu sangat sangat menyukai seorang wanita dan ketika itu ada seseorang yang mengasihinya, mencintainya untuk kehidupan yang abadi dengan sebuah pernikahan. Maka kamu akan benar benar dari dalam hati yang paling dalam, mendoakannya untuk bahagia selamanya” batinya berucap lalu dia tersenyum